Saturday, December 17, 2011

URGENSI MEDIA ALAMIAH DALAM MENDUKUNG PEMBELAJARAN


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Guru dalam mengemban amanahnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak selalu mendapatkan kemudahan dalam memanfaatkan sumber atau bahan yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran. Kondisi persebaran geografi yang sangat luas dan sebagian besar adalah wilayah pedesaan yang di antaranya jauh dari pusat-pusat kota maka semakin terbatasnya bahan yang dapat digunakan oleh guru untuk pembelajaran. Tambahan lagi sebagian besar sekolah yang ada adalah sekolah yang dikelola oleh masyarakat yang sepenuhnya
biaya pembelajarannya ditanggung oleh masyarakat dengan taraf ekonomi menengah ke bawah.
Faktor internal guru yang tidak kreatif dalam memanfaatkan media juga turut andil dalam keterbatasan ini. Mereka cukup puas dengan pembelajaran konvensional yang hanya mengandalkan metode ceramah dan media yang hanya terbatas pada buku yang ada di perpustakaan sekolah. Tidak jarang pula siswa sama sekali tidak memiliki buku pegangan karena keterbatasan dana. Jadi satu-satunya yang menjadi andalan hanyalah bagaimana guru meramu materi pembelajaran di kelas sebagai penentu keberhasilan siswa.
Media pembelajaran yang dipahami oleh sebagian besar guru selama ini adalah yang berbasis elektronik atau setidaknya alat peraga yang serba memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk mendapatkannya. Kekeliruan cara pandang inilah yang menyebabkan guru terutama di sekolah yang minim dana menyerah pada keadaan tanpa mencoba mencari alternatif yang tidak biasa namun dengan biaya terjangkau dalam pemanfaatan media pembelajaran. Maka lagi-lagi guru hanya mengandalkan buku yang itu-itu saja dan gaya tunggal yaitu ceramah. Karena hanya itulah yang didapatkannya ketika guru itu dulunya juga sebagai siswa.
  Akibat dari semua itu maka tidak jarang terjadi seorang siswa yang mengalami kejenuhan di kelas. Tidak sedikit siswa yang merasa sekolah ibarat penjara, tidak menimbulkan semangat belajar, dan pilihannya adalah membolos pada jam-jam tertentu. Boleh jadi fenomena ini terjadi karena monotonnya gaya mengajar guru yang konvensional hanya mengandalkan ceramah satu arah tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari tahu lebih atau bahkan tak membuka ruang dialog. Siswa hanya sebagai obyek yang harus menerima bukan subyek yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Untuk mendobrak kebiasaan ini maka dibutuhkan kejelian dan kreatifitas guru dengan cara mendasain model pembelajaran yang membuat siswa merasa nyaman di kelas, betah mengikuti proses pembelajaran dan merasa tertantang untuk turut menjawab lontaran permasalahan yang dikemukakan oleh guru.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan  belajar siswa adalah dengan memanfaatkan media pembelajaran yang melimpah di sekeliling kita namun kurang dipahami sebagai media pembelajaran sehingga beluk dimanfaatkan secara optimal. Dengan memanfaatkan media tersebut maka proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan, berbeda dengan pendekatan konvensional yang hanya satu arah saja.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran bahwa media pembelajaran bukan hanya sesuatu yang harus dibeli, tidak selalu berupa bahan elektronik, namun juga sesuatu yang ada di sekitar kita.

II. LANDASAN TEORI

2.1 Media pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari medium yang berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Istilah media sangat popular dalam bidang komunikasi. Proses pembelajaran pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran.
Banyak ahli memberikan batasan tentang media pembelajaran, Assosiation for Education and Communication Technology (AECT), mendefinisikan bahwa media adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi; sedangkan National Education Assosiation (NEA) mengartikan media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrument yang digunakan untuk kegiatan tersebut (Sidharta dan Winduono, 2009)
Dinje Borman Rumumpuk (1988) dalam Sidharta dan Winduono (2009)  mendefinisikan media pembelajaran sebagai setiap alat, baik hardware maupun software yang digunakan sebagai media komunikasi dan yang tujuannya untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran.
Briggs dalam Sidharta dan Winduono (2009) mendefinisikan media pembelajaran sebagai peralatan fisik untuk membawakan atau menyampaikan isi pembelajaran di dalamnya, termasuk buku, film, chalet, sajian slide, radio, OHP, episkop, LCD, CD, VCD, DVD, dan sebagainya, termasuk suara guru dan perilaku non verbal.
Dari batasan tersebut Sidharta dan Winduono (2009) mengemukakan bahwa ada dua unsur yang terkandung dalam media pembelajaran, yaitu (1) pesan atau bahan pembelajaran yang akan disampaikan, dengan istilah lain disebut perangkat lunak (software), dan (2) perangkat keras (hardware) yang berfungsi sebagai alat belajar dan alat bantu belajar. 
Media pembelajaran merupakan bagian dari sumber belajar. Dengan demikian maka sumber belajar kedudukannya lebih luas dari media, yang di dalamnya termasuk alat bantu pembelajaran.
2.2 Media alamiah
Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu: Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) dan sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization). Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Depdiknas, 2004).
Secara umum jenis media dalam pembelajaran dibedakan menjadi 2 (dua), yakni: (1) media alami (natural) dan (2) media buatan (artifisial). Media alami (natural) dibatasi bahwa media tersebut sudah ada demikian adanya (tanpa harus dibuat atau diciptakan) dan tinggal digunakan dalam pembelajaran. Misalnya: lingkungan, peristiwa, dan fenomena alam. Sedangkan media buatan (artifisial) dibatasi bahwa media tersebut belum ada namun dibuat atau diciptakan sebelum media tersebut digunakan dalam pembelajaran. Misalnya: gambar, film, video, buku, kamus atau ensiklopedi.
 
III. PEMBAHASAN

3.1 Sumber belajar yang terlupakan
Sumber belajar yang dipahami selama ini yang selalu berbasis pada penggunaan komputer ternyata melenakan sebagian besar guru terhadap media yang ada di sekelilingnya. Media yang pada dasarnya sangat murah sesuai konsep action (access, cost, technologi, interactivity, organization, novelty) yang dikemukakan oleh Sidharta dan Winduono (2009). 
Padahal sumber belajar menurut Elpramwidya (2008) bisa berupa:
a.   Tempat atau lingkungan alam sekitar yaitu dimana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingkah laku maka tempat itu dapat dikategorikan sebagai tempat belajar yang berarti sumber belajar, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, kolam ikan dan lain sebagainya.
b.     Benda yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya situs, candi, benda peninggalan lainnya.
c.     Orang yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu di mana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya guru, ahli geologi, polisi, dan ahli-ahli lainnya.
d.   Bahan yaitu segala sesuatu yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dll yang dapat digunakan untuk belajar.
e.  Makalah yaitu segala macam makalah yang dapat dibaca secara mandiri oleh peserta didik dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya makalah pelajaran, makalah teks, kamus, ensiklopedi, fiksi dan lain sebagainya.
f.     Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya yang guru dapat menjadikan peristiwa atau fakta sebagai sumber belajar.
Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Jika tidak maka tempat atau lingkungan alam sekitar, benda, orang, dan atau makalah hanya sekedar tempat, benda, orang atau makalah yang tidak ada artinya apa-apa.
Betapapun jauhnya sekolah dari pusat kota, minimnya sarana komunikasi dan transportasi, sekurang-kurangnya mempunyai empat jenis sumber belajar yang melimpah yaitu: (1) masyarakat di sekeliling sekolah, (2) lingkungan fisik sekitar sekolah, (3) bahan sisa yang tidak terpakai namun bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran, dan (4) peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi di sekitar sekolah. (Semiawan dkk, 1989).
Keempat hal tersebut mudah diakses oleh guru maupun siswa, nyaris tanpa harus mengeluarkan biaya, pemanfaatan tekhnologi merupakan tekhnlogi tepat guna tanpa ketergantungan dengan yang lainnya, interaksi secara langsung bisa dilakukan di bawah koordinasi guru dengan tokoh  masyarakat setempat, sehingga tetap up to date.   
3.2 Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
Sebenarnya sumber belajar dapat diperoleh dari sekitar kita, misalnya dengan menugaskan siswa untuk membawa benada-benda tertentu (dapat berupa barang bekas). Di samping itu juga lingkungan dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Banyak benda, makhluk hidup atau fenomena alam yang menarik dapat dapat digunakan sebagai sumber belajar, hanya masalahnya guru belum terbiasa menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar (Hendriyani, tt).
Menurut Rustaman (1966), banyak keuntungan yang akan bisa diperoleh jika menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar, yaitu sebagai berikut: (1) siswa mendapatkan informasi berdasarkan pengalaman langsung, (2) pelajaran menjadi lebih konkrit, (3) penerapan ilmu dalam kehidupan sehari-hari menjadi lebih mudah dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi siswa, (4) sesuai dengan prinsip-prinsip dalam pendidikan yaitu belajar dimulai dari yang konkrit ke abstrak, sederhan menuju ke yang kompleks, yang sudah diketahui kepada yang belum diketahui. (5) mengembangkan motivasi dan prinsip belajar bagaimana belajar (learning how to learn) berdasarkan metode ilmiah, dan (6) siswa dapat mengenal dan mencintai lingkungan, sehingga timbul tasa syukur, mengagumi dan mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa sebagai penciptanya.
Adapun lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme. Lingkungan tertentu mempunyai fenomena, keunikan, dan batas-batas sendiri. Pengenalan fenomena, keunikan dan batas-batas ini akan memberikan rasa aman dan tentram pada siswa. Dengan bertambahnya pengetahuan tentang berbagai keadaan, tempat, serta peranannya secara keseluruhan dalam suatu lingkungan, akan membuat siswa memperoleh kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia nyata (Poerbakawatja, 1982).
    Aristohadi (2008) menjelaskan bahwa memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran memiliki banyak keuntungan diantaranya:  (1) Menghemat biaya, karena memanfaatkan benda-benda yang telah ada di lingkungan. (2) Praktis dan mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus seperti  listrik. (3) Memberikan pengalaman yang riil kepada siswa, pelajaran menjadi lebih konkrit, tidak verbalistik. (4)  Karena benda-benda tersebut berasal dari lingkungan siswa, maka benda-benda tersebut akan sesuai dengan karakteristik  dan kebutuhan siswa.  Hal ini juga sesuai dengan konsep pembelajaran kontekstual (contextual learning). (5) Pelajaran lebih aplikatif, maksudnya materi belajar yang diperoleh siswa melalui media lingkungan kemungkinan besar akan dapat diaplikasikan langsung,  karena siswa   akan sering menemui  benda-benda atau peristiwa serupa dalam kehidupannya sehari-hari. (6) Media lingkungan memberikan pengalaman langsung kepada siswa.  Dengan media lingkungan, siswa dapat berinteraksi secara langsung dengan benda, lokasi atau peristiwa sesungguhnya secara alamiah. (7) Lebih komunikatif, sebab benda dan peristiwa yang ada di lingkungan siswa biasanya mudah dicerna oleh siswa, dibandingkan dengan media yang dikemas (didesain).
Lingkungan merupakan salah satu sumber belajar yang amat penting dan memiliki nilai-nilai yang sangat berharga dalam rangka proses pembelajaran siswa. Lingkungan dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar (Ahmadsudrajat, 2008)
Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar terdiri dari : (1) lingkungan sosial dan (2) lingkungan fisik (alam). Lingkungan sosial dapat digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan cinta alam dan partispasi dalam memlihara dan melestarikan alam.
Pemanfaatan lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan kegiatan dengan membawa peserta didik ke lingkungan, seperti survey, karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya. Bahkan belakangan ini berkembang kegiatan pembelajaran dengan apa yang disebut out-bond, yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan alam terbuka (Ahmadsudarajat, 2008).
3.3 Nilai-nilai lingkungan sebagai sumber belajar
Relevansi penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dikemukakan oleh Driver (1984 dalam Nirwana, 1996) bahwa reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar yang terbuka. Partisipasi siswa melalui pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar lebih aktif dibandingkan pembelajaran biasa.  Pendapat ini sejalan dengan Balding ddk (1989, dalam Nirwana, 1996) bahwa cara pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar adalah dengan memanfaatkan bahan, alat, serta fenomena yang ada dalam lingkungan.
Lingkungan di sekitar kita merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses serta hasil pembelajaran yang berkualitas. Lingkungan menyediakan bermacam hal secara melimpah untuk dipelajari peserta didik. Sumber belajar lingkungan akan semakin memperkaya wawasan dan pengetahuan peserta didik karena tidak dibatasi oleh sekat-sekat ruang kelas. Selain itu anak dapat mengalami langsung, merasakan sendiri dan dapat mengoptimalkan potensi inderanya untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut.
Kegiatan pembelajaran dimungkinkan lebih menarik bagi siswa karena lingkungan menyediakan sumber belajar yang sangat beragam dan banyak pilihan. Pemanfaatan lingkungan menumbuhkan aktivitas belajar anak (learning activities) yang lebih meningkat.   
3.4 Jenis-jenis lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan tempat tinggal ataupun lingkungan sekolah merupakan laboratorium raksasa yang dapat digunakan sebagai sumber belajar. (unsilster.com, 2009). Lingkungan sekitar dalam arti luas meliputi lingkungan alam, sosial dan lingkungan budaya.
Lingkungan alam adalah segala sesuatu yang keberadaannya dialam ini secara alamiah, seperti sumber daya alam (air, hutan, sungai, laut, tanah, batu-batuan), tumbuh-tumbuhan, hewan, iklim, suhu dan sebagainya. Dengan mempelajari lingkungan alam diharapkan siswa akan lebih memahami gejala-gejala alam dalam kehidupan sehari-hari. Juga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran sejak awal untk mencintai alam, dan mungkin juga anak turut serta berpartisipasi untuk menjaga dan memelihara lingkungan.
Hal-hal yang bisa dipelajari dengan memanfaatkan lingkungan sosial sebagai sumber belajar ini misalnya: (1) mengenal adat istiadat dan kebiasaan penduduk setempat di mana anak tinggal. (2) mengenal jenis-jenis mata pencaharian penduduk di sektiar tempat tinggal dan sekolah. (3) Mengenal organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat sekitar tempat tinggal dan sekolah. (4) Mengenal kehidupan beragama yang dianut oleh penduduk sekitar tempat tinggal dan sekolah. (5) Mengenal kebudayaan termasuk kesenian yang ada di sekitar tempat tinggal dan sekolah. (6) Mengenal struktur pemerintahan setempat seperti RT, RW, desa atau kelurahan dan kecamatan.
Di samping lingkungan budaya dan lingkungan alam yang sifatnya alami, ada juga yang disebut lingkungan budaya atau buatan yakni lingkungan yang sengaja diciptakan atau dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Anak dapat mempelajari lingkungan buatan dari berbagai aspek seperti prosesnya, pemanfaatannya, fungsinya, pemeliharaannya, daya dukungnya, serta aspek lain yang berkenan dengan pembangunan dan kepentingan manusia dan masyarakat pada umumnya.
3.4 Belajar melalui widya wisata
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Jadi, siswa tidak hanya menerima materi yang berupa hafalan dari guru tetapi guru juga harus bisa mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktikkan secara langsung apa-apa yang dipelajarinya (Suhairi, 2008).
Pada metode widyawisata, guru mengajak siswa untuk mengamati secara langsung. Sesuai dengan arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), widyawisata merupakan perjalanan ke luar (daerah, kampus, dan sebagainya) dalam rangka kunjungan studi (biasanya berombongan); kunjungan dalam rangka menambah ilmu pengetahuan. Jadi pengertian metode widyawisata adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran dengan membawa siswa langsung kepada objek yang akan dipelajari yang terdapat di luar kelas atau di lungkungan kehidupan nyata.
Metode widyawisata antara lain diterapkan karena objek yang akan dipelajari hanya terdapat pada tempat tertentu. Selain itu pengalaman langsung dapat membuat para siswa lebih tertarik pada pelajaran yang disajikan. Aqib (2002) menuturkan bahwa dengan pengalaman langsung tersebut, siswa ingin lebih mendalami hal yang diminatinya dengan mencari informasi dari buku-buku sumber lainnya serta menumbuhkan rasa cinta kepada lingkungan alam dan lingkungan budaya. Untuk itu, siswa perlu diberikan kemudahan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dengan cara yang lebih menarik dan lebih hidup.
Rahadi (2004) menegaskan bahwa bila hanya dengan mendengarkan informasi verbal dari guru saja, siswa mungkin kurang memahami pelajaran secara baik. Tetapi jika hal itu diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan atau mengalami sendiri melalui media, maka pemahaman siswa pasti akan lebih baik. Dengan mengajak siswa menuju media atau benda nyata (objek) yang digunakan sebagai bahan atau sumber belajar melalui widyawisata, akhirnya siswa akan mampu menuliskan ciri-ciri objek berdasarkan pengalaman mengamati sendiri. Kalau siswa tidak melihat langsung (observasi) benda tersebut ke lokasinya, hal itu akan menyulitkan pengidentifikasian ciri-ciri benda tersebut. Padahal pengidentifikasian ciri-ciri yang tepat dari suatu objek adalah jembatan menuju penyusunan paragraf deskripsi yang hidup, pembaca seolah-olah melihat, merasakan dan sebagainya.
3.5 Belajar melalui spesimen
Terminologi benda sebenarnya digolongkan menjadi dua yaitu obyek dan benda contoh. Obyek adalah semua benda yang masih dalam keadaan asli dan alami. Sedangkan specimen adalah benda-benda asli atau sebagian benda asli yang digunakan sebagai contoh. Contoh-contoh specimen benda yang masih hidup adalah akuarium, kebun binatang, kebun percobaan, dan insektarium. Contoh specimen benda yang sudah mati diantaranya adalah herbarium, taksidermi, awetan dalam cairan, awetan dalam botol. Contoh specimen benda tak hidup adalah berbagai jenis batuan dan mineral.
Lismawati (2010) yang melakukan penelitian untuk penyusunan skripsi dengan obyek mata pelajaran IPA di SMP 2 Kaliwungu Kudus menyimpulkan bahwa pemanfaatan media specimen melalui pembelajaran Quantum Teaching dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa.
3.6 Langkah-langkah Penggunaan Lingkungan sebagai Sumber Belajar
Untuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar ada beberapa tahapan yang harus dilakukan guru yaitu:
1.      Tahap persiapan
Terlebih dahulu guru merumuskan tujuan yang ingin dicapai dari penggunaan lingkungan lingkungan sebagai sumber belajar dan menentukan konsep yang ingin ditanamkan pada siswa. Setelah itu lakukan survey lapangan. Catat benda-benda, makhluk hidup, atau fenomena alam yang diperkirakan akan menarik minat siswa dan dapat digunakan sebagai sumber belajar. Hasil survey kemudian disusunlah Lembar Kerja siswa yang sesuai dengan tujuan dan konsep yang akan ditanamkan kepada siswa. Guru membuat instrument yang sesuai dengan kegiatan siswa bisa berupa lembar pengamatan, pedoman wawancara, atau kuisioner. Disamping itu perlu disiapkan pula alat dan bahan atau fasilitas yang diperlukan unyuk studi lapangan tersebut.
2.      Tahap Pelaksanaan
Tahap ini, guru hendaknya membimbing siswa untuk melakukan kegiatan sesuai dengan LKS yang telah disiapkan.
3.      Tahap Pasca Kegiatan
Setelah selesai pembelajaran di lapangan, siswa diharuskan membuat laporan tentang apa yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya. Sistematika laporan sebaiknya disusun oleh guru untuk memudahkan siswa dalam menyusun laporannya.

V. KESIMPULAN

Media alamiah sebagai salah satu media yang bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran sampai saat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Karena umumnya guru masih lebih mengandalkan pembelajaran yang teacher centered dengan metode ceramah.  
Media alamiah merupakan media yang ada di lingkungan sekolah, mudah dijangkau, tidak memerlukan biaya yang tinggi dalam pemanfaatannya. Namun dalam penggunaannya masih memerlukan upaya pengorganisasian tersendiri tidak sebagaimana halnya buku yang sudah siap pakai.
Media alamiah yang bisa dimanfaatkan untuk media pembelajaran di antaranya dengan memanfaatkan sebagai widyawisata, belajar melalui specimen, belajar langsung pada masayarakat dengan mengamati peristiwa-peristiwa, fenomena, yang terjadi di lingkungan, baik berupa benda mati, manusianya.

DAFTAR PUSTAKA


AECT. 1977. The definition of educational technology, Washington DC: AECT, (Edisi Bahasa Indonsia dengan judul: Definisi Teknologi Pendidikan, Seri Pustaka teknologi Pendidikan No. 7, 1994). Jakarta: PAU-UT & PT Rajawali.
Alwi, Hasan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Aqib, Zainal. 2000. Guru dan Profesionalisme. Jakarta : Pustaka Pelajar
Aristo Rahadi, 2004. Media Pembelajaran. Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen. Dikdasmen, Depdiknas.
Depdiknas. 2004. Pedoman Merancang Sumber Belajar. Jakarta.
Hendriyani, tt. Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam Bandung
Lismawati. 2010. Pemanfaatan Media Specimen Melalui Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Pada Materi Keanekaragaman Makhluk Hidup Di Smp 2 Kaliwungu Kudus. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Nirwana. 1996. Penggunaan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA di Sekolah Dasar. Tesis Bidang Studi Pendidikan IPA. Program Pasca Sarjana IKIP Bandung.
Poerbakawatja, 1982. Ensiklopedi Pendidikan. PT Gunung Agung Jakarta.
Rustaman. A. 1966. Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar IPA. Balitbang, Dikbud Jakarta.
Semiawan, Cony. Dkk. 1989. Pendekatan Ketrampilan Proses: Bagaimana mengaktifkan siswa dalam Belajar. Gramedia, Jakarta.
Sidharta, Arif dan Yamin Winduono. 2009. Media Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk Program Bermutu. Jakarta.


3 comments:

  1. ngevote-nya di sebelah mana ya..?

    ReplyDelete
  2. hadir untuk berkunjung dan menyimak..

    ReplyDelete
  3. nge-vote buat apa seh @ladang jiwa... emang lomba ya http://timurlombok.blogspot.com/2011/12/desir-air-mengalir.html

    ReplyDelete