Tuesday, January 16, 2018

Tidak Sekedar Fun

Kurikulum baru yang di Jawa Barat lazim disebut dengan kurtilas telah secara serentak diterapkan secara nasional. Sebagai sesuatu yang baru banyak menimbulkan pro dan kontra adalah hal yang wajar. Perubahan menurut teori divusi inovasi akan selalu menimbulkan sikap yang bermacam-macam bagi para pelakunya, sebagian besar akan mengikuti perubahan itu secara berangsur-angsur, hanya sebagian kecil saja yang sepenuhnya menolak dan sebagian kecil pula yang dengan segera menerima perubahan itu. Namun dalam hal kurikulum ini kita tidak
mempunyai hak untuk tidak menerimanya, semua jenjang pendidikan dasar dan menengah wajib melaksanakannya.

Secara substansi isi sebenarnya tidak banyak mengalami perubahan. Sebagian besar apa yang terdapat di dalam kurikulum sebelumnya masih diakomodir di dalam kurikulum 2013. Hanya saja berkaitan dengan sikap ditarik atas semua pelajaran menjadi Kompetensi Inti 1 (KI 1) yang pada kurikulum sebelumnya tidak ada. KI 1 diharapkan semua peserta didik mampu mengimplentasikan setiap pembelajaran ke dalam semangat religiusitas menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Meskipun demikian sebenarnya secara substansi hal ini sebenarnya sudah secara tegas dijabarkan di dalam tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang telah termaktub di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

Kurikulum 2013 lebih menekankan pada peran peserta didik dalam proses pembelajaran. Kalau kita menilik kurikulum yang sebelumnya, baik yang CBSA, KBK maupun KTSP sebenarnya hal tersebut sudah nampak diupayakan muncul peran serta peserta didik dalam proses pembelajaran. Istilahnya pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered), namun pada kenyataannya masih banyak terjadi posisi gurulah yang paling menentukan (teachers centered). Pola demikian yang sudah sangat mengakar bukanlah perkara mudah untuk mengubahnya. Bukan hanya pada guru terdapat kendala bagaimana secara perlahan-lahan meninggalkan pola lama ini, namun juga terdapat kendala pada peserta didik, yang selama ini merasa nyaman dengan penerimaan yang apa adanya. Padahal secara nyata hasil yang diperoleh tentu kurang maksimal.

Jika, pada kurikulum sebelumnya pola pembelajaran yang stundent centered masih menjadi salah pilihan, maka pada kurtilas bukanlah sebuah pilihan akan tetapi telah menjadi sebuah keharusan. Sistem penilaian yang dimunculkan dalam kerikulum sebelumnya masih dominan pada ranah kognitif yang masih memungkinkan peserta didik sekedar menerima apa yang disampaikan oleh guru, namun pada kurikulum 2013 telah dimunculkan sistem penilaian yang menuntut peran aktif dari peserta didik.

Pembelajaran student centered haruslah bersifat menyenangkan (funny). Keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran akan meningkatkan kemampuan daya serap terhadap materi pembelajaran. Peserta didik dapat merasakan langsung karena pendekatan utama yang digunakan adalah pendekatan saintifik. Pendekatan ini berusaha meningkatkan pembelajaran menjadi lebih konkrit, terasa langsung oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan mampu menyimpulkan pengalamannya dalam pembelajaran menjadi sebuah pemahaman yang utuh terhadap suatu materi pembelajaran.

Perlu secara perlahan-lahan untuk dapat melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang tidak konvensional. Karena pada kenyataannya, meskipun pola pembelajaran konvensional adalah teachers centered namun bukan berarti tak disukai oleh peserta didik. Tidak sedikit peserta didik yang telah berada dalam posisi kenyamanan dengan pola pembelajaran konvensional. Kenyamanan tersebut tidak berkaitan dengan hasil pemahaman yang diperoleh terhadap suatu materi pembelajaran, akan tetapi kenyamaan yang dirasakan adalah kenyamanan tidak banyak dilibatkan dalam proses pembelajaran. Cukup datang, dengar, sesekali mencatat, bahkan juga diselingi dengan terkantuk-kantuk kemudian selesai pulang. Pola yang demikian membuat peserta didik merasa nyaman karena sudah menjadi rutinitas harian.

Ketika yang dipahami adalah ribetnya proses pembelajaran, karena harus mengupayakan siswa serba aktif, maka pembelajaran tidak bisa berlangsung secara menyenangkan. Yang terjadi justru terasa sebagai beban yang harus dipikul oleh seorang guru. Upaya yang dilakukan juga belum tentu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang semestinya.

Sebaliknya jika mengejar fun dalam pembelajaran ada celah menjadi trend yang kebablasan. Karena kata kunci yang dijadikan pegangan hanyalah fun, menggembirakan, tidak ada yang merasa tertekan.
Fun dalam pembelajaran hanyalah sebuah sarana. Pembelajaran yang sesungguhnya tetaplah bagaimana agar peserta didik mampu menyerap pembelajaran semaksimal mungkin. Pembelajaran yang bisa diserap secara maksimal hanyalah pembelajaran yang bermakna. Materi yang runut sesuai dengan usia perkembangan peserta didik, model pembelajaran yang cocok dengan materi. Peraga yang tidak terlalu mengada-ada sehingga tidak memberatkan guru untuk menyiapkannya. Penyampaian materi yang dengan menyederhakan permasalahan sesuai dengan usia perkembangan peserta didik.

No comments:

Post a Comment